Soal Bahasa Indonesia Ihwal Mengidentifikasi Tokoh, Watak. Latar, Dan Amanat Dari Kisah Anak

Berikut ini merupakan pola Soal Bahasa Indonesia tentang Mengidentifikasi Tokoh, Watak. Latar, dan Amanat dari Cerita Anak yang sanggup kalian pelajari guna memperbesar pengetahuan pada pelajaran bahasa Indonesia tentang materi Mengidentifikasi Tokoh, Watak. Latar, dan Amanat dari Cerita Anak. Langsung saja kita pelajari secara singkat ulasan materi serta soal berikut ini.

Mengidentifikasi Tokoh, Watak. Latar, dan Amanat dari Cerita Anak
Cerpen atau cerita pendek merupakan karangan yang melukiskan kehidupan seseorang secara biasa atau inti kisah saja. Di dalam cerpen cuma dilukiskan kehidupan seseorang secara sepenggal saja, misalnya cerpen tentang kisah anak yang naik kelas, pergi ke kebun hewan atau pergi ke pantai.

Ciri-ciri cerpen merupakan selaku berikut.
  1. Ceritanya pendek sehingga kau tidak perlu waktu usang untuk membacanya.
  2. Hanya ada satu pokok kisah sehingga pembaca tidak bingung.
  3. Tidak ada pergantian nasib tokoh. Artinya, kalau menceritakan masa kecil maka di saat sampaumur tidak diceritakan.
  4. Cerita dihidangkan dari perkenalan tokoh kemudian adanya masalah, kemudian solusi masalah.

Setiap kisah pasti mempunyai unsur-unsur pendukungnya. Unsur-unsur penunjang cerita antara lain:
  1. tokoh, yakni pelaku cerita. Pelaku kisah sanggup insan atau binatang.
  2. watak, yakni kepribadian tokoh.
  3. latar, yakni daerah terjadinya cerita.
  4. amanat, yakni pesan yang ingin disampaikan penulis cerpen terhadap pembaca.

Contoh cerpen

Kasus Caca Coco

Sahabatku Caca paling doyan makan cokelat. Setiap hari entah berapa kemasan cokelat habis dilahapnya. Caca bahkan sudah bergurau bahwa darahnya sudah berlumeran cokelat sehingga warnanya bukan merah lagi.

Soal Bahasa Indonesia tentang Mengidentifikasi Tokoh Soal Bahasa Indonesia tentang Mengidentifikasi Tokoh, Watak. Latar, dan Amanat dari Cerita Anak

Ah, ada-ada saja, ya. Isi tas Caca niscaya senantiasa ada cokelat. Caca pun masih menyelipkan beberapa cokelatnya di saku mudah-mudahan ia sanggup ngemil di mana-mana. Jadi, ya masuk akal kalau teman-teman menjulukinya si Caca Coco. Tapi, tidak semua teman dekat sanggup merasakan lezatnya cokelat Caca. Ia senantiasa selektif dan cuma memberi teman dekat dekatnya saja, misalnya aku.
Nah, sudah nyaris dua ahad lebih kuperhatikan Caca sering kebingungan. Ia sering terlihat kesal dan bersikap ketus. Suatu hari seusai sekolah saya sedang memergokinya sedang sibuk menyelediki tiap laci di meja kelas. “Heh, kau lagi cari apa, Ca?” tegurku penasaran. Kelas sudah kosong yang ada cuma kami berdua. ”Aku cari kemasan cokelat atau apalah sisa-sisanya ....” jawab Caca dengan paras kesal.
”Aku percaya ada pencuri di kelas ini! Cokelat-cokelatku sering hilang dari dalam tas.”
“Yang betul, Ca? Mungkin kau lupa sudah memberinya ke teman. Atau malah sudah kau makan sendiri.” Kataku tak percaya. Caca mendesah lelah. Ia duduk dengan paras muram.
“Tak mungkin, May. Aku tahu persis berapa jumlah cokelat yang kubawa setiap hari. Belakangan ini, setiap pulang sekolah, cokelat-cokelatku sering menyusut jumlahnya.
Hari ini saja sekantong cokelatku juga hilang. Aku jadi gemas ingin tahu siapa pelakunya.” Jelas Caca.
Caca kemudian menceritakan permulaan insiden pencurian pertama. Saat itu, ia menenteng sekantong cokelat orisinil dari Belgia. Aku ingat, di saat itu ikut merasakan cokelat kiriman Om Caca itu. Caca sama sekali tidak mengatakan pada teman dekat yang lain. Saat itu, kulihat ada beberapa pasang mata yang menatap ke arah kami dengan rasa ingin. Sekantong cokelat itu pun hilang entah ke mana. Kemudian disusul dengan hilangnya sejumlah cokelat lainnya. Aku pun berpikir keras mencari cara menjebak pelaku pencurian itu. Akhirnya, saya mendapatkan cara yang bagus. Kujelaskan pada Caca. Caca terlihat bersemangat. Maka, kami berdua sibuk merencanakan jebakan tersebut.
Hari berikutnya, Caca sengaja menggembar-gemborkan bahwa ia sudah berbelanja cokelat-cokelat yang istimewa dari mini market Miaw. Mini market itu terletak tidak jauh dari sekolah. Dengan gayanya yang sedikit heboh, saya percaya seisi kelas tahu Caca Coco sudah berbelanja cokelat di mini market itu.
“May, cokelat itu hilang. Pencuri itu kembali beraksi.” desis Caca di saat kami pulang.
“Oke, memiliki arti pengintaian di mulai sore ini.” Kataku mantap.
Sore itu kami berdua menanti di erat mini market Miaw. Aku dan Caca memesan minuman di salah satu kedai sambil berpura-pura membaca majalah. Mata kami awas memperhatikan mini market itu. Tempat itu cukup strategis alasannya merupakan sanggup menyaksikan terperinci ke dalam mini market.
“Bagaimana kalau pencuri itu tahu ini cuma jebakan, May?” Caca ragu.
“Ya, kita kan masih punya waktu sepekan lagi, Ca. Tenang dan Sabarlah. Aku percaya pencuri itu akan muncul,” kataku meyakinkan.
Benar saja, dari sudut jalan terlihat seorang anak wanita yang kami kenal. Ia berlangsung santai, tangan kanannya menggenggam dompet. Iin! Aku dan Caca ternganga. Kami sama sekali tidak menduga. Iin itu pendiam dan tidak banyak tingkah. Orangnya juga sederhana dan lugu.
Iin masuk ke dalam mini market dan eksklusif menuju ke kasir. Ia terlihat mengeluarkan sehelai kertas yang saya tahu itu merupakan kemasan cokelat batang Caca. Ia kemudian berbicara, sambil menampilkan kemasan cokelat itu terhadap penjaga kasir. Dari mimik wajahnya, terperinci kasir itu sungguh keheranan. Kasir itu menggeleng-gelengkan kepala. Iin terlihat ngotot sehingga kasir melambaikan tangan terhadap rekannya yang lain.
Dua orang penjaga toko tiba menghampiri. Mereka bergantian menyelediki ungkus cokelat itu dengan seksama. Lalu, salah seorang pramusaji terlihat membentak Iin seraya mencampakkan kemasan cokelat itu. Kupikir mereka menuduh Iin selaku penipu. Aku sedikit cemas, bagaimana kalau mereka melapor terhadap polisi?
“Duh, May, galak amat, sih, si Bapak kumis itu.” gumam Caca tegang.
Syukurlah, petugas itu kemudian meninggalkannya. Iin pun memungut kertas kemasan itu kemudian bergegas keluar. Jelas, ia amat terpukul. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Ia berlangsung sambil memandangi kemasan tadi.
Pasti goresan pena inilah yang dibacanya pada bab dalam kemasan cokelat itu: Berhadiah eksklusif tanpa diundi Rp. 100.000,00. Tukarkan secepatnya di daerah pembelian pada pukul 16.00 s/d 17.00. Promo ini berlaku hingga 11 Maret 2007. Aku meminta Omku yang melakukan pekerjaan di percetakan untuk mencetak label itu. Hasil cetakannya sungguh meyakinkan. Buktinya, Iin terkecoh.
”Ayo, Ca, kita tangkap lembap pelakunya sebelum jauh.” ajakku. Tapi, Caca malah menggeleng lemah. ”Nggak, May. Aku pikir ini tidak perlu diteruskan. Apapun argumentasi Iin mencuri cokelat-cokelatku, saya maafkan, deh. Sekarang, niscaya ia merasa malu, takut, dan sedih. Aku nggak tega,” kata Caca pelan. ”Lagipula,” ia melanjutkan, “selama ini saya belum pernah menawari Iin sebatang cokelat pun. Mungkin ia jadi penasaran...”
Ah, argumentasi apapun cuma Iin yang tahu. Aku yakin, cepat atau lambat, Iin akan menyadari tipuan ini. Sementara, sepertinya Caca mulai sadar akan sifatnya yang pelit. Semoga saja semua akan rampung dengan baik.
Sumber: Bobo, edisi 13 September 2007 hal. 6-7 (dengan pengubahan seperlunya)

Ayo, jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
1. Sebutkan tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut?
2. Sebutkan pula tabiat setiap tokoh dalam cepen tersebut!
3. Tentukan latar dalam cerpen tersebut!
4. Apa tema cerpen tersebut!
5. Amanat apa yang sanggup kau ambil dari cerpen tersebut?

Subscribe to receive free email updates: